Identifikasi Standar TV Dunia Dan HDTV
HDTV adalah merupakan media komunikasi baru dan teknologinya
masih dalam proses penggarapan
yang sangat ramai, terutama pada awal dekade ini. Secara singkat sejarah
perkembangan HDTV dimulai oleh Jepang yang dimotori oleh pusat riset
dan pengembangan NHK (TVRI/RRI -nya Jepang) pada tahun 1968, kemudian
diikuti oleh Masyarakat Eropa sebagai pembanding dan akhirnya Amerika
Serikat menjadi kompetitor yang harus diperhitungkan.
Diperkirakan bahwa teknologi HDTV ini
akan menjadi standar televisi masa depan, sehingga seorang peneliti
senior dalam bidang sistem strategi dan manajemen Dr. Indu Singh
meramalkan bahwa pasar dunia untuk HDTV ini akan mencapai 250 billion
dolar pertahun (tahun 2010). Untuk itu pada dekade tahun 1990 ini
negara-negara maju telah dan sedang berusaha agar bisa membuat teknologi
tersebut sehingga bisa menguasai pasar dunia (posisi strategis). Karena
itu maka sekarang telah bermunculan berbagai standar, yang satu sama
lainnya saling berbeda. Yang menjadi persoalan sekarang adalah
bagaimana sebaiknya bagi negara berkembang ?
Apa itu HDTV ?
HDTV dapat diartikan sebagai suatu
sistem media komunikasi bergambar dan atau bersuara dengan tingkat
kualitas ketajaman gambar (resolusi) yang sangat tinggi (hampir sama
dengan kualitas film 35-mm) dan kualitas suaranya juga menyerupai CD
(Compact Disk). Dalam hal ini teknologi pemrosesan sinyal dijital dan
displai memberikan peran yang sangat penting. Diharapkan juga bahwa
nantinya bisa melayani multi-bahasa dan multi media.
Karena HDTV merupakan sistem
komunikasi, maka seperti juga sistem komunikasi konvensional, untuk
penyelenggaraannya memerlukan beberapa komponen dasar seperti pusat
produksi (studio), pemroses/penyimpan. sistem transmisi dan pesawat
penerima.
Sistem Siaran Ideal
Untuk dapat menyelenggarakan sistem
siaran HDTV baik secara nasional maupun global yang ideal, diperlukan
beberapa kriteria antara lain
sebagai berikut :- Penggunaan sinyal standar yang sama (di dunia /dalam satu negara)
- Biaya pesawat penerima yang murah /terbeli oleh khalayak
- Kompatibel dengan sistem yang sudah ada
- Bisa dihubungkan dengan media lain (multi-media)
- Dapat terjangkau secara meluas (aspek pemerataan)
Kompetisi Standar
Disamping aspek pasar yang
menggiurkan, dalam sistem penyele- nggaran HDTV yang global mempunyai
dampak yang luas pada bidang budaya, sosial politik sampai pada
pertahanan. Karena itu negara-negara maju telah berlomba agar sistem
yang mereka kembangkan itu nantinya dapat dipakai sebagai standar dunia
(global). Standar yang telah masuk dalam agenda rapat CCIR( badan
inter- nasional yang menangani standarisasi sistem penyiaran), baru dua
yaitu MUSE (Jepang) dan HD-MAC (Eropa). Sementara itu Amerika Serikat
yang diatur oleh FCC (Komisi Komunikasi) sedang ditegangkan untuk
memutuskan satu standar dari masing-masing team (konsorsium) yang
sedang berkompetisi. Karena kepentingan masing-masing negara yang
berbeda-beda apakah CCIR bisa memutuskan pemakain standar yang tunggal
?Pengalaman dari sistem TV konvensional yaitu adanya PAL/SECAM di Eropa
& ASEAN, NTSC di Amerika dan Jepang, rasanya sulit CCIR untuk bisa
memutuskan pemakaian tunggal sistem penyiaran HDTV ini.
Disamping itu juga ada badan
standarisasi dibawah ISO yaitu MPEG (Kompas 25 April 1993, penulis yang
sama) yang menangani standarisasi pengkodean dan pemampatan sinyal
gambar bergerak. Untuk sinyal gambar dengan ketajaman tinggi (HDTV),
sampai saat ini belum ada kesepakatan dan direncanakan diselesaikan pada
tahun 1995.
Negara Berkembang
Setiap negara tentu saja menginginkan
bahwa negaranya bisa maju dalam segala hal, termasuk teknologi HDTV.
Bagi negara maju yang infrastrukurnya sudah lengkap yang menjadi
masalah penerapan adalah kompetisi.
Namun demikian bagaimana dengan negara
berkembang yang infrastrukturnya masih terbatas (lihat idealisasi
sistem siaran diatas) ,apakah mau menciptakan standar sendiri ataukah
mengikuti standar yang sedang dikembangkan oleh bangsa maju dan kapankah
HDTV tersebut layak diterapkan? Karena tingkatan teknologi HDTV yang
ada sudah demikian maju , kemungkinan membuat standar sinyal sendiri
hanyalah membuang waktu dan dana. Namun demikian kalau mengikuti standar
lain harus bagaimanakah?
Alangkah bijaksananya kalau negara
berkembang bisa mempelajari sistem HDTV ini baik dari segi produksi,
transmisinya, pesawat penerima bahkan sampai industri pembuatan
komponen-komponen tersebut. Karena tanpa bisa memproduksi , negara
tesebut akan selalu bergantung. Pertanyaan berikutnya lalu standar mana
yang harus dipakai ? MUSE, HD-MAC atau ADTV-nya Amerika.
Untuk menjawab pertanyaan ini dan
sekaligus menyelesaikan persoalan-persoalan idealisai sistem penyiaran
diatas kiranya diperlukan strategi dan pentahapan yang terpadu. Karena
teknologi HDTV tidak semata-mata teknologi televisi saja, maka demi
keterpaduan sebaiknya di dalam pengkajian , maupun pengembangannya
dilakukan oleh beberapa instansi dan industri yang terkait, seperti
Telekomunikasi (TELKOM), Perguruan Tinggi, Pengkajian Teknologi
(BPPT,LIPI), Industri elektronika (INTI, LEN,National, Elektrindo),
Kementrian Industri dan Perdagangan (Indag), dsb-nya.
Sebagai contoh keterpaduan yang
dilakukan di Jepang untuk pengembangan industri televisi yang dimulai
dekade 50. Dengan dimotori oleh Pusat Riset dan Pengembangan NHK, Jepang
memaksa industri- industri dalam negeri (SONY, Matsuhita, dll) untuk
bisa memproduksi Televisi dan komponen terkait dengan orientasi mula
pasar dalam negeri.
Dengan dilaksanakan siaran secara
langsung melalui media televisi upacara pernikahan kaisar (emperor)
Akihito pada tahun 1959, meledaklah industri televisi di Jepang .
Akhirnya seperti kita ketahui dengan baik bahwa Jepang telah bisa
merajai teknologi televisi dan pasar dunia. , bahkan telah berhasil
menayangkan program HDTV 8 jam sehari (mulai 25 Nopember 1991). Yang
menjadi harapan Jepang selanjutnya adalah bahwa pasaran Hi- Vison-nya
(HDTV) akan meledak pada pernikahan mahkota berikutnya Naruhito dengan
Masako Owada pada bulan Juni ini. Namun ini masih menjadi pertanyaan
karena harganya masih mahal (1.0 juta yen), sehingga sampai akhir Mei
ini jumlah pesawat penerimanya baru sekitar 10.000. Para peneliti Jepang
sedang berusaha habis-habisan untuk bisa mengeffisien- kan komponen
IC-nya sehingga diharapkan harganya menjadi murah.
Contoh lain adalah Korea Selatan,
mereka tidak terburu-buru mengadakan penyelenggaraan-nya disaat standar
belum mapan, namun yang mereka kejar adalah bagaiamana memproduksi HDTV
untuk bisa di ekspor, sehingga mereka mengirimkan ahli-ahli-nya yang
bisa membuat HDTV ke Jepang , Eropa, Amerika. Kegiatan ini adalah
merupakan konsorsium dari pemerintah dan industri industri terkait
seperti Golden Star, Samsung , Daewo, Korean Telocom dsb-nya.
Proyek pengembangan produksi HDTV di
Korea ini dimulai sejak tahun 1989, dengan biaya 100 milyar won, 60
prosen diantara-nya dikeluarkan dari kocek pemerintah. Target yang
mereka harapkan adalah, konfigurasi dasar (prototipe) akan selesai
dilaksanakan pada tahun 1993, sedangkan secara ambisius pada tahun 1995
nanti bisa membuat produksi secara masal.
Kelihatannya sangat netral dan
beralasan sekali ,saran seorang mantan peneliti dari NHK yang sekarang
menjadi guru besar di salah satu perguruan tinggi di Jepang, yang
menyatakan bahwa kalau negara berkembang ingin mengembangkan sistem
siaran HDTV, maka yang perlu dibenahi dulu antara lain adalah
,perbanyaklah ahli elektronika (pendidikan) dan yang terkait sehingga
bisa membuat , menjalankan dan memasarkan industri elektronika secara
mandiri. Menurut beliau kalau ini dikerjakan mulai sekarang dengan
kerja keras (Gambate /bahasa Jepang), mudah-mudahan penyelenggaraan
sistem siaran HDTV ini bisa dilaksanakan dalam kurun 10 tahun yang akan
datang.
OTNASA melalui ISS (Stasiun Ruang
Angkasa Internasional) dengan menggunakan Kamera HDTV melakukan
pemantauan bumi dengan modus pengoperasian shooting manual. Kamera yang
digunakan adalah SONY HDW-700 (1920x1035 pixel). Data hasil rekamannya
dapat dipergunakan untuk memantau lingkungan daratan maupun pulau kecil
seperti lagoon dengan hasil yang mirip Citra SP
Akan tetapi walaupun video HDTV
memiliki resolusi yang lebih baik dibanding video biasa seperti pada
Satelit LAPAN A1, jika LAPAN akan menggunakan kamera video HDTV pada
satelit LAPAN A2 yang berbasis bus LAPAN A1 akan dihadapkan pada
masalah, yaitu :
1.Volume data per satuan waktu akan jauh lebih besar daripada kamera Video Analog konvensional yang digunakan pada LAPAN A1.
2.Kamera
Video HDTV akan memberikan hasil yang optimal apabila diperlakukan
(ditransmisikan) secara digital yang tentu saja tidak cocok/ kompatibel
dengan transmitter yang ada pada LAPAN A1.
3.Ukuran dan berat kamera HDTV secara umum relatif lebih besar daripada kamera Video Analog standar.
4.Menuntut akan adanya perubahan sistem penerima di bumi.
UHF bekerja di gelombang antara 300
MHz sampai 3 GHz yang biasanya dipake buat siaran televisi. Selain UHF
juga ada VHF. kebanyakan tv swasta siaran pake UHF & negeri pake
VHF. tapi tvri juga kadang kalo di jakarta nongol di UHF juga. uhf itu
ultra high frequency. jadi frekwensi itu mirip kayak frekuensi telepon
seluler. ada gsm 1800 mhz & 900mhz ada juga cdma 2000-1x di
frekuensi 800 mhz & 1900 mhz. semua frekuensi dikelola oleh negara.
tapi ada frekuensi tertentu yang dibebasin buat kepentingan masyarakat
misalnya buat wifi, radio amatir, radio kontrol, dsb. telinga manusia
cuma bisa dengar frekuensi antara 20 sampai 20000 getaran tiap detik /
hertz.
Mengenal Lebih Jauh Keunggulan HDTV
Selama ini kita sudah sangat familiar
dengan sistem national television system committee (NTSC) yang
dipergunakan televisi untuk menyajikan gambar. Tetapi, belakangan dengan
munculnya teknologi high-definition television (HDTV) atau yang dalam
bahasa Indonesia disebut televisi definisi tinggi, menyebabkan fungsi
NTSC perlahan-lahan tergantikan. Apa sih sebenarnya teknologi HDTV ini?
PESATNYA kemajuan teknologi digital,
terutama di bidang gambar digital yang mengkombinasikan foto dan video,
memang tidak diduga sebelumnya. Kehadiran teknologi HDTV, bukan saja
mendorong produk-produk dengan kualitas digital pada beberapa merek
perangkat televisi yang sudah punya nama, tetapi juga pada cara
perekamannya untuk ditayangkan di HDTV.
Sampai sekarang masih sulit untuk
mendefinisikan secara tepat HDTV. Yang pasti, teknologi tayangan
televisi yang dianggap terbaik sekarang ini adalah menggunakan sistem
NTSC (National Television Systems Committee) yang menayangkan gambar
analog, menghasilkan resolusi sebanyak 525 garis pada layar televisi.
Sedangkan HDTV menghasilkan resolusi 1.125 garis tayangan yang lebih
padat dan mampu menghasilkan informasi video lima kali lebih banyak
dibanding sistem NTSC.
Namun, walaupun memiliki keunggulan
yang luar biasa dalam menghasilkan resolusi yang rapat, tajam, dan
jelas, transmisi HDTV memerlukan bandwith yang lebih besar sampai lima
kali dibanding kapasitas sinyal televisi konvensional. Meski masih sulit
mendefinisikannya, HDTV dapat diartikan sebagai suatu sistem media
komunikasi bergambar dan atau bersuara dengan tingkat kualitas ketajaman
gambar (resolusi) yang sangat tinggi (hampir sama dengan kualitas film
35 mm) dan kualitas suaranya juga menyerupai CD (Compact Disk).
Dalam hal ini teknologi pemrosesan
sinyal digital dan displai memberikan peran yang sangat penting.
Diharapkan juga nantinya bisa melayani multi bahasa dan multi media.
Karena HDTV merupakan sistem komunikasi, maka seperti juga sistem
komunikasi konvensional lainnya, untuk penyelenggaraannya memerlukan
beberapa komponen dasar seperti pusat produksi (studio),
pemroses/penyimpan, sistem transmisi dan pesawat penerima.
Konsep dasar HDTV di sisi lain
sebenarnya tidak dimaksudkan hanya untuk meningkatkan definisi per
wilayah unit tayangan layar televisi, tetapi juga untuk meningkatkan
persentase bidang visual yang menayangkan gambar tersebut. Pengembangan
HDTV diarahkan pada peningkatan 100 persen jumlah piksel horizontal dan
vertikal, misalnya bingkai gambar 1 MB seharusnya memiliki jumlah 1.000
garis x 1.000 titik horizontal.
Hasil yang didapat dari perluasan ini
adalah faktor perbaikan 2-3 kali dalam sudut bidang vertikal dan
horizontal. Dengan demikian, perbaikan sudut ini pada HDTV juga mengubah
rasio menjadi 16:9 dari 4:3 dan menjadi imej yang ditayangkan seperti
di "bioskop". HDTV memang merupakan media komunikasi baru dan
teknologinya sedang dalam proses penyempurnaan, terutama pada awal
dekade 90-an.
Secara singkat sejarah perkembangan
HDTV dimulai oleh Jepang yang dimotori oleh pusat riset dan pengembangan
NHK (TVRI/RRI-nya Jepang) pada tahun 1968. Kemudian diikuti oleh
masyarakat Eropa sebagai pembanding dan akhirnya Amerika Serikat menjadi
kompetitor yang harus diperhitungkan.
Diperkirakan teknologi HDTV ini akan
menjadi standar televisi masa depan, sehingga seorang peneliti senior
dalam bidang sistem strategi dan manajemen Dr. Indu Singh meramalkan
bahwa pasar dunia untuk HDTV ini akan mencapai 250 milyar dolar per
tahun (tahun 2010).
Kompetisi Standar
Di samping aspek pasar yang
menggiurkan, dalam sistem penyelenggaran HDTV mempunyai dampak yang luas
pada bidang budaya, sosial, politik sampai pada pertahanan. Karena itu
negara-negara maju telah berlomba agar sistem yang mereka kembangkan itu
nantinya dapat dipakai sebagai standar dunia (global).
Standar yang telah masuk dalam agenda
rapat CCIR (badan internasional yang menangani standarisasi sistem
penyiaran), baru dua yaitu MUSE (Jepang) dan HD-MA(Eropa). Sementara itu
Amerika Serikat yang diatur oleh FCC (Komisi Komunikasi) sedang
ditegangkan untuk memutuskan satu standar dari masing-masing team
(konsorsium) yang sedang berkompetisi.
Karena kepentingan masing-masing
negara yang berbeda-beda apakah CCIR bisa memutuskan pemakaian standar
yang tunggal? Pengalaman dari sistem TV konvensional yaitu adanya
PAL/SECAM di Eropa & ASEAN, NTSC di Amerika dan Jepang, rasanya
sulit CCIR untuk bisa memutuskan pemakaian tunggal sistem penyiaran HDTV
ini. Disamping itu juga ada badan standarisasi di bawah ISO yaitu MPEG
yang menangani standarisasi pengkodean dan pemampatan sinyal gambar
bergerak.
Setiap negara tentu saja menginginkan
bahwa negaranya bisa maju dalam segala hal, termasuk teknologi HDTV.
Bagi negara maju yang infrastruturnya sudah lengkap yang menjadi masalah
penerapan adalah kompetisi. Namun demikian bagaimana dengan negara
berkembang yang infrastrukturnya masih terbatas (lihat idealisasi sistem
siaran di atas), apakah mau menciptakan standar sendiri ataukah
mengikuti standar yang sedang dikembangkan oleh bangsa maju. apankah
HDTV tersebut layak diterapkan?
Karena tingkatan teknologi HDTV yang
ada sudah demikian maju, kemungkinan membuat standar sinyal sendiri
hanyalah membuang waktu dan dana. Alangkah bijaksananya kalau negara
berkembang bisa mempelajari sistem HDTV ini baik dari segi produksi,
transmisinya, pesawat penerima bahkan sampai industri pembuatan
komponen-komponen tersebut. Karena tanpa bisa memproduksi, negara
tesebut akan selalu bergantung.
Sebagai contoh keterpaduan yang
dilakukan di Jepang untuk pengembangan industri televisi yang dimulai
dekade 50-an. Dengan dimotori oleh Pusat Riset dan Pengembangan NHK,
Jepang memaksa industri-industri dalam negeri (Sony, Matsuhita, dll)
untuk bisa memproduksi televisi dan komponen terkait dengan orientasi
permulaan pasar dalam negeri.
Dengan dilaksanakan siaran secara
langsung melalui media televisi upacara pernikahan kaisar (emperor)
Akihito pada tahun 1959, meledaklah industri televisi di Jepang.
Akhirnya seperti kita ketahui dengan baik bahwa Jepang telah bisa
merajai teknologi televisi dan pasar dunia. Bahkan telah berhasil
menayangkan program HDTV 8 jam sehari (mulai 25 Nopember 1991).
Contoh lain adalah Korea Selatan.
Mereka tidak terburu-buru mengadakan penyelenggaraannya di saat standar
belum mapan. Namun yang mereka kejar adalah bagaimana memproduksi HDTV
untuk bisa di ekspor, sehingga mereka mengirimkan para ahli yang bisa
membuat HDTV ke Jepang , Eropa dan Amerika. Kegiatan ini merupakan
konsorsium dari pemerintah dan industri terkait seperti Golden Star,
Samsung, Daewo, dan Korean Telecom. Proyek pengembangan produksi HDTV di
Korea ini dimulai sejak tahun 1989, dengan biaya 100 milyar won, 60
persen di antaranya dikeluarkan dari kocek pemerintah.
Syarat Penyelenggaraan HDTV
Untuk dapat menyelenggarakan sistem
siaran HDTV baik secara nasional maupun global yang ideal, diperlukan
beberapa kriteria antara lain sebagai berikut:
- Penggunaan sinyal standar yang sama (di dunia /dalam satu negara).
- Biaya pesawat penerima yang murah /terbeli oleh khalayak umum.
- Kompatibel dengan sistem yang sudah ada.
- Bisa dihubungkan dengan media lain (multi-media).
- Dapat terjangkau secara meluas (aspek pemerataan)
0 komentar:
Posting Komentar